Selasa, 28 Januari 2014

AKU DAN SAHABAT





AKU DAN SAHABAT




Sepertinya setiap orang pernah punya teman terdekat atau sahabat. Pastinya setiap individu juga punya pengalaman sendiri-sendiri. Sahabat seperti orangtua sendiri, pacar, saudara, teman, kakak, adik entah laki-laki/ perempuan identitasnya. Pokoknya yang dikatakan sahabat itu adalah seseorang yang kita anggap nyaman ketika kita sedang bersedih, bahagia, punya rahasia, sedang jatuh cinta, pokoknya sahabat lah yang paling sering mendengar ocehan kita.

Kawan, pastinya ada kenangan-kenangan indah yang sudah dilalui bersama sahabat. Tentu tidak luput juga, ketika persahabatan itu sedang dilanda emosi. Merasakan masa-masa paling tidak enak. Seperti bertengkar dengan sahabat. Kawan, itulah hidup. Setiap manusia diciptakan tanpa noda. Ujian seperti itu justru harusnya menjadikan kita sebagai dewasa yang bijak. Bukan sebaliknya, malah untuk menegaskan sifat ke”aku”an. Misalnya,
“Aku tidak salah, dia yang selalu menyalahkan aku.”
“Aku kan sudah minta maaf, salahnya dia yang tidak mau maafin aku.”
“Aku selalu disudutkan dia. Dia tidak pernah merasakan jadi aku.”
ooooh dan bla_bla_bla….

Kawan, jangan dikira yang nulis blog ini itu perfecttoo ya sampai bisa ngejelasin alasan-alasan antar sahabat sedang dilanda prahara.
Justru, penulis merasa itu pengalaman pribadi… ahahahaha…
Kawan, terkadang sampai kita mau kekeuh bilang “aku yang paling benar (meskipun sebenarnya memang kita benar).” Tapi, jurus itu tidak membuat sahabat kita mengalah dan menyadari kalau dia juga salah.

Bete nggak sih, , ,
Aku pakai jurus Tanya segala, jelas bĂȘte bangetlah yuaaa…
akhirnya, terpaksa dan memberi peluang dengan membiarkan keputusan “AKU” merajalela. Ya sudahlah, biarin putus persahabatanku. Nanti juga aku dapat sahabat baru. Haduuuuh, please dewwh seddikiiiiiit dewasa.
Coba, bayangin ketika kita sedang berdua dengan sahabat. Saat kita main bersama, jalan-jalan bersama, liburan bersama, nginep di rumah sahabat. Bayangin dewh, saat Ibu sahabat kita sedang menyiapkan cemilan saat bercanda bareng di ruang keluarga. Belum lagi, pagi-pagi Ibu sahabat kita membangunkan kita untuk sholat. Kemudian, buru-buru Ibu sahabat menyiapkan sarapan pagi untuk kita… dan masih banyak lagi.
Ah, berat-bera-berat rasanya melepas sahabatku untuk pergi meninggalkan kita.

Bukan sepertinya, tapi tentu saja keputusannya adalah “MENGALAH.”
Ya, seperti itulah pelajaran yang bisa diambil dari sebuah persahabatan. Kita dipaksa untuk melihat diri sendiri. Sedih sekali orang-orang yang punya banyak masalah, meskipun masalah sepele. Jujur deh kawan, rasanya gelisah kan, tidak ceria. Rasanya seperti ada beban. Nah, rasa gelisah itu yang sebenarnya membuat diri sendiri menjadi sensitif. Hmmm, mudah marah mudah jengkel, dan lain sebagainya. Parah dewh pokoknya akibatnya. Apalagi sasaran akibat dari kesensitifan kita itu adalah orang sekitar kita. Seperti, orangtua, teman, dan lain-lain. So, bertumpuk-tumpuklah masalah-masalah-masalah.

Ya seperti itulah akibat dari sifat ke”AKU”an. Ya, begitulah resikonya. Memang berat sekali seperti mengangkat beton keegoisan pastinya untuk mengucapkan kata “MAAF, AKU YANG SALAH.” Tapi kawan, jangan jadikan “KATA MAAF” juga sebagai sasaran empuk kegoisan kita lho. Seperti, mengatakan kata maaf dengan penuh kesombongan dan berat hati. Haduuuh, itu mah sama aja kali. Bukannya luka bersama menjadi sembuh, tapi jadi seperti ditetesin cairan panas.
Yaa, mulailah dengan niat yang baik itu dengan penuh perasaan. Yakniii, ngomonglah kepada sahabat dengan santun, lemah lembut, dan rendah hatiiii. Paling tidak, sahabat kita akan dongkol hari ini saja. Nanti juga sampai rumah akan mikirmikir betapa berharganya memiliki sahabat seperti “AKU.”
Oke kawan, jadikan “AKU” bermakna positif bagi sahabat kita.
perfectooo… 

"Rasa kehilangan hanya akan ada, Jika kau pernah merasa memilikinya"