Rabu, 28 Mei 2014

Taman Kebucis dan Tumblebug yang Usil



Taman Kebucis dan Tumblebug yang Usil

Ani Qudsiy*

Siska, anak manis yang suka bunga. Buktinya, di depan rumahnya terdapat sebuah kebun minimalis. Kebun kesayangannya itu ia beri nama “Kebusis”. Ya… nama itu ternyata singkatan dari kebun bunga Siska. Hem… lucu juga.
Bunga Mawar, Melati, Sepatu, Euphorbia, Gelombang Cinta, Kamboja, Kemuning, Lidah Buaya, Lidah Kaca, dan kawan-kawannya. Bunga-bunga di taman Kebusis sangat indah. Semua ini tak lain berkat kebaikan Siska yang selalu rajin merawat dan menyayangi bunga.
Seperti biasa, setiap pagi Siska sudah nongkrong di taman Kebusis sambil memegang ember berisi air. Siska terlihat sedang berbicara dengan bunga sepatu, “hai… kenapa pagi ini kau tak terlihat ceria seperti biasanya ?”
“Aku sedih Sis, akhir-akhir ini ada serangga yang nakal. Dia serakah. Biasanya serangga lain hanya menghisap madu milik kami. Tapi, kali ini ada serangga baru yang menggigit kelopak mahkota kami. Kami sudah mengeluh kesakitan, tapi dia tidak peduli lalu terbang begitu saja.”
Bunga-bunga di taman Kebusis memang bersahabat dengan Siska. Jadi, tak heran suka duka yang dirasakan bunga-bunga itu, juga dirasakan oleh Siska. Apalagi, setelah Siska mendengar keluhan dari bunga Sepatu yang merasa kesakitan akibat gigitan serangga itu. Siska merasa tidak terima dengan ulah serangga nakal dan serakah itu.
Akhirnya, Siska memutuskan mencari tahu tentang serangga baru yang nakal dan serakah itu. Siska mengintip lewat jendela. Dan, ternyata apa yang dikatakan oleh Sepatu benar. Kali ini, serangga itu menggigit bunga Mawar. Mawar terlihat kesakitan. “Aww… Siska tolong aku. Serangga nakal itu ke sini lagi dan menggigitku.” Teriak Mawar yang sedang kesakitan.
Siska pun dengan sigap meluncur dengan membawa jaring. Siuuutt… huup… dan ternyata gagal. Serangga itu terlalu pintar. Dia sudah tahu tentang jebakan Siska. “Menyebalkan sekali” gerutu Siska.
Esoknya, Siska punya ide. Malam ini Siska akan rapat dengan bunga-bunga di taman Kebusis. “Bunga-bunga kesayanganku, besok pagi kita harus menangkap serangga nakal itu” kata Siska.
“Lalu bagaimana caranya Sis ? Kasian, teman-temanku, mereka selalu kesakitan saat serangga nakal itu menggigitnya. Aku juga ingin merasakan gigitannya. Oh… tapi sayang, aku tidak memiliki madu seperti bunga-bunga yang lain” keluh Lidah Kaca.
“Ya… sekarang aku punya ide. Aku akan membuat karamel supaya serangga nakal itu lengket. Aku jadi mudah menangkapnya. Pasti serangga nakal itu tidak bisa terbang” usul Siska
Teriakan setuju terdengar dari bunga-bunga taman Kebucis.
Pagi-pagi sekali Siska dengan telaten mengoleskan karamel ke kelopak bunga yang ada di taman Kebusis.
Suing… suing… suing… serangga nakal itu datang. “Hem… manis sekali madu ini.” Namun, kebahagiaan serangga nakal itu tidak bertahan lama. Ia, tak bisa terbang karena badannya lengket di karamel buatan Siska.
Siska datang mendengar teriakan bunga Melati. “Sis, cepat keluar, serangga nakal sudah tertangkap. Sekarang ia tidak bisa melarikan diri lagi.”
Siska keluar lalu melepaskan serangga nakal itu dari baluran karamel dan berdialog dengannya,
“hai, serangga nakal, namamu siapa ?”
“Namaku Tumblebug.”
“Kenapa kamu serakah ? Kamu sudah diperbolehkan menghisap madu. Tapi, kenapa kamu malah menggigit kelopak-kelopak sampai mereka kesakitan ?”
“Ma, ma, maafkan saya. Saya tidak bermaksud menyakiti bunga-bunga ini. Saya menyukai bau bunga-bunga ini. Bunga-bunga di taman ini nampak segar dan harum. Mereka juga selalu tersenyum. Siapapun yang ke taman ini pasti akan bahagia. Aku yakin itu. Sampai lebahpun bahagia. Pantas saja, lebah tidak pelit memberikan madu-madunya ke bunga-bunga ini. Hal itulah yang membuat aku senang mencium bunga-bunga ini sampai akhirnya aku kelepasan dan akhirnya mereka tergigit dan tertusuk sungutku.” Jelas Tumblebug dengan nada gemetar.
Siska dan bunga-bunga mendengarkan penjelasan serangga Tumblebug dengan seksama. Herannya, mereka tidak memarahi Tumblebug. Mereka malah tersenyum dan menbolehkan Tumblebug kembali mengambil madu tapi dengan syarat tidak menggigit lagi.
Ternyata, setelah peristiwa ini Siska dan bunga-bunga taman Kebusis jadi tahu. Siska, merasa selama ini kebaikannya tidak sia-sia. Ia telah merawat bunga-bunganya sehinga tumbuh segar dan indah. Sampai akhirnya lebah dan serangga pun tak  enggan mampir dan membantu proses penyerbukan bagi bunga-bunganya.
Begitu juga sebaliknya dengan bunga-bunga Siska. Mereka semua nampak bahagia karena mempunyai perawat yang baik dan bersahabat seperti Siska.
Nampaknya, alasan inilah yang membuat Siska dan bunga-bunga di taman Kebusis tidak memarahi Tumblebug. Mulai saat itu, taman Kebusis menjadi semakin ramai dengan kunjungan serangga-serangga yang butuh madu sebagai makanan sehari-harinya. Siska semakin sayang dengan bunga-bunganya. Kini, bunga-bunga di taman Kebusis menjadi semakin banyak. Karena tunas-tunas baru segera tumbuh besar nan indah.


Kisah Kakek dan Nenek Tua



Kisah Kakek dan Nenek Tua

Ani Qudsiy*

Dahulu, ada sebuah cerita dari sepasang Kakek dan Nenek tua yang yang berhati mulia. Mereka sangat berjasa sekali. Mereka selalu memikirkan orang lain. Terutama untuk desanya. Begini kisahnya…
Pohon-pohon menjulang tinggi. Daun-daun terjatuh di atas tanah yang begitu subur. Cacing-cacing juga bergembira ria menikmati gemburnya tanah sehingga mereka bisa keluar masuk tanah dengan mudah. Semut-semut mondar-mandir mengambil air untuk bayi-bayinya. Air dari sungai Tanor mengalir begitu berlimpah. Ulat-ulat kecil bermain-main, badannya jungkat-jungkit seperti kegelian di atas daun-daun. Begitulah pemandangan di sekitar gubuk sederhana milik kakek dan nenek yang terbiasa dipanggil Mbah Dok. Masyarakat desa Gladok memanggil kakek dan nenek tua itu dengan panggilan yang sama. Kakek dan nenek tua itu dianggap sebagai sesepuh desa.
“Alam sudah menyediakan makanan untuk kita hidup ya Nek !” kata Kakek Dok.
“Iya Kek, kita memang seharusnya bersyukur” jawab Nenek Dok.
Kedua Mbah Dok itu tinggal di sebuah desa yang kaya dengan makanan. Semua makanan diperoleh dari hasil menanam sendiri. Kedua Mbah Dok selalu mengajari warganya supaya selalu bersyukur kepada Tuhan. Hal itulah yang membuat Mbah Dok dihormati oleh orang-orang desa Gladok.
Padi, sayur-mayur, tumbuhan palawija, dan umbi-umbian adalah sebagian tanaman yang selalu menghiasi kebun orang-orang desa tersebut. Dengan begitu, orang-orang desa bisa langsung memetik tanaman dan diolah menjadi makanan sehari-hari. Kedua Mbah Dok juga selalu mengajarkan sikap gotong royong kepada orang-orang desa. Seperti, saling membantu kalau ada warga yang mau panen padi, membangun rumah, dan sebagainya.
Pada suatu ketika, kedua Mbah Dok berfikir bagaimana caranya supaya orang-orang desa Gladok bisa menjangkau desa tetangga dan bisa bersaudara dengan desa-desa seberang yang lain. Kedua Mbah Dok menyadari kalau selama ini warganya hidup makmur tapi tidak tahu dunia luar desanya. Sungai Tanor menjadi pemisah antara letak desa Gladok dan desa seberang. “Supaya cucu-cucu kita bisa bermain ke desa seberang mereka harus menyeberangi sungai Tanor” kata Kakek Dok.
Kedua Mbah Dok itu tidak ingin anak-cucunya bisanya hanya menanam tanaman. Masa yang akan datang pasti berbeda dengan masanya sekarang. Kedua Mbah Dok memikirkan nasib anak cucunya kelak. Mereka lalu merenung supaya mendapatkan ide.
“Kita harus menanam pohon Nek !” kata Kakek Dok.
“Untuk apa pohon buat cucu kita Kek, desa kita juga sudah banyak pohon. Nenek rasa pohon-pohon yang kita tanam sudah cukup untuk persediaan cucu-cucu kita nanti” jawab Nenek Dok.
“Maksud Kakek itu, kita harus menanam pohon sebagai jembatan. Pohon akar yang akan kita tanam. Akar-akar itu nantilah yang akan menghubungkan desa ini dengan desa seberang. Pohon akar kalau sudah besar dan tua, akarnya akan menjalar melewati sungai. Semakin lama semakin kuat dan menjadi jembatan. Cucu kita bisa melanglang buana menjalin persaudaraan dengan desa-desa seberang” jelas Kakek Dok.
Ide Kakek dan Nenek tua itu tidak hanya membuat desa Gladok semakin makmur, tetapi juga semakin aman. Persaudaraan dengan desa seberang memberi rasa aman bagi desa Gladok. Antar desa bisa saling melindungi. Bukan hanya itu saja, desa Gladok juga aman dari ancaman bencana alam, karena pohon akar mampu menyerap air supaya tanah tidak gembur dan menjadikan longsor.
Seperti itulah riwayat kedua Kakek dan Nenek tua. Pohon akar yang ditanam oleh sepasang Kakek dan Nenek tua itu, tidak hanya menghubungkan desa satu dengan desa lainnya. Pohon akar itulah yang membuat anak-anak desa Gladok bisa sekolah ke desa seberang, bahkan orang-orang desa setiap hari bisa hilir mudik membawa hasil tanamannya untuk dijual ke pasar yang terletak di desa seberang sampai sekarang.

PERMEN ULANG TAHUN DARI PERI PERMEN



PERMEN ULANG TAHUN DARI PERI PERMEN

Ani Qudsiy*

Udon dan Yuna adalah seekor kucing kembar. Mereka tinggal di pegunungan. Mereka saling menyayangi. Udon berwarna abu-abu, dan kurus. Sedangkan Yuna bewarna kuning keemasan dan gemuk. Mereka selalu rukun. Suatu saat Udon dan Yuna jalan-jalan ke hutan. Hutan baik yang bernama Tralala. Mereka sedang menyebarkan undangan ulang tahun. Di hutan itu mereka bertemu dengan Lodi si kelinci kecil. Mereka siap-siap menerkam Lodi. Lodi berlari untuk menyelamatkan diri. Dengan nafas yang terengah-engah Lodi memohon ampun kepada Udon dan Yuna.
“Ampun-ampun jangan sakiti aku…” Lodi gemetar.
“Siapa yang mau menyakiti kamu!” kata Yuna.
Udon dan Yuna menjelaskan kalau mereka sedang jalan-jalan. Mereka sedang mencari Loli si kunang-kunang. Mereka butuh bantuan Loli untuk mendapatkan manisan yang banyak. Manisan itu akan dihidangan saat pesta ulang tahun nanti.
Apa yang bisa aku bantu? “kata Lodi”
Kita butuh bantuanmu, tunjukkan di mana Loli tinggal, kamu kan sudah paham hutan ini. “jawab Yuna.”
Yuna bercerita kalau Loli punya permen banyak. Ia tinggal bersama peri-peri. Esok harinya Udon dan Yuna kembali ke hutan. Lodi menemaninya untuk mencari tempat tinggal Loli. Dengan susah payah mereka mencari dimana Loli tinggal. Sore menjelang, tetap saja mereka tidak menemukan.
Hari ulang tahun tinggal tiga hari lagi bagaimana kalau kita tidak menemukan Loli. “keluh Udon”.
Udah tenang aja kita usaha dulu. “Hibur Yuna.”
Mereka pulang dengan kekecewaan. Sesampai di rumah, Udon dan Yuna duduk di jendela. Mereka menatap langit. Mereka memohon kepada malam supaya malam lebih lama. Mereka takut kalau sampai malam pesta tidak bertemu dengan Loli, mereka tidak bisa memuaskan tamu-tamu dengan permen-permen yang lucu. Kalau malam semakin panjang mereka bisa membuat makanan-makanan buat pestanya nanti.
Esok hari tiba kembali. Udon dan Yuna menyambut pagi dengan senyum ceria. Mereka lega karena sudah membuat sedikit makanan buat hidangan pestanya. Mereka berangkat lagi mencari Loli. Kali ini mereka berangkat tanpa ditemani Lodi. Mereka tidak mau menyusahkan Lodi.
Mereka pasrah kalau nanti tidak bisa pulang. Ternyata benar. Malam pun tiba, mereka tidak menemukan jalan pulang.
Bagaimana ini Don, sudah malam tapi kita belum menemukan jalan pulang. Padahal kan kita harus membuat makanan lagi di rumah. “keluh Yuna.”
Sabar Yun, bentar lagi kita pulang, kita cari teman yang bisa membantu kita. “Udon memberi semangat kepada Yuna.
Di tengah-tengah hutan mata Udon dan Yuna bercahaya. Mereka kaget melihat cahaya-cahaya yang berterbangan. Cahaya-cahaya itu mendekati. Ternyata cahaya-cahaya itu bisa berbicara.
Hai, sedang apa di sini. “kata salah satu cahaya itu.”
Kita sedang mencari Loli si kunang-kunang. “kata Yuna.”
Itu kan aku. “teriak cahaya itu.”
Benarkah itu, kita sudah mencarimu berhari-berhari. “kata Udon.”
Udon dan Yuna menceritakan tujuannya mencari Loli. Mereka meminta supaya Loli mau memberinya permen-permen yang lucu untuk hidangan pesta ulang tahunnya nanti. Loli mendengar  ceritanya dengan senyuman. Ia bangga dengan usaha Udon dan Yuna yang tak kenal lelah.
Malam itu, Loli dan teman-temannya berterbangan. Cahayanya membentuk permen-permen yang lucu-lucu. Indah sekali. Setelah cahayanya membentuk lingkaran munculah wujud yang sangat cantik. Kata Loli, ia adalah peri Permen.
Peri permen hanya diam dan selalu tersenyum. Ia mengeluarkan banyak permen yang lucu-lucu dari keranjangnya. Tiba-tiba terdengar suara lembut.
Selamat ulang tahun. Berbahagialah, karena kalian panjang umur. Kalian mencariku dengan susah payah tanpa putus asa. Sekarang ambilah permen-permen ini sebagai hidangan pestamu. “Suara peri Permen.”
Akhirnya dengan bantuan Loli, Udon dan Yuna diantar pulang.
Malam pesta tiba. Teman-teman Udon dan Yuna hadir semua. Mereka menikmati permen-permen yang lucu. Udon dan Yuna sadar kini umurnya bertambah. Mereka bertambah besar. Kucing kembar itu bertambah saling menyayangi.

Pak Do’on, Menuai Buah





Pak Do’on, Menuai Buah

Ani Qudsiy*

Di sebuah desa terpencil nan gersang, hiduplah seorang Petani bersama Kerbaunya. Petani itu bernama pak Do’on, sedang kerbau kesayangannya bernama si Jali. pak Do’on adalah seorang petani yang giat bekerja. Ia pandai mengolah  ladangnya yang subur. Si Jali adalah kerbau yang rajin. Pak Do’on sangat menyayanginya.
Musim pergantian telah tiba. Jagungnya yang biasa tumbuh hijau subur, seketika daunnya berubah kuning dan semakin mengering. Akibatnya, Pak Do’on terancam gagal panen. Musim ini, membuat pak Do’on semakin sedih. Si Jali menjadi ikut sedih.
Jali ikut sedih karena tidak bisa membantu pak Do’on. “Jangan sedih pak, kita coba menanam jagung lagi” hibur Jali.
“Aku bukan sedih karena memikirkan panen kita yang gagal. Aku sedang berfikir bagaimana mencari bibit-bibit jagung lagi. Kita tidak punya uang buat beli bibit-bibit baru” keluh pak Do’on.

Malam telah tiba. pak Do’on mengajak Jali mencari kerja. Jali setuju dengan ajakan majikannya. Besok pagi mereka berangkat. Dengan bekerja, badan Jali jadi tidak gatal. Jali tak sabar menanti matahari muncul. Karena dengan sinar-sinarnya yang menyelorot keemasan Jali bisa lebih hangat.
“Tuhan melihat kita. Makanya, kita harus semangat Li, biar Tuhan memberi kita rizki” hibur pak Do’on.
Ternyata, Jali dan pak Do’on telah jauh menyusuri hutan. Di tengah perjalanan, pak Do’on bertemu dengan seseorang. Orang tersebut bernama Pak Hari. Ia sedang bingung mencari tanaman pembasmi hama. Katanya, tanaman itu bisa dijadikan ramuan pembasmi. Setelah lama ngobrol, mereka jadi semakin akrab. Pak Hari mengadu tentang musibah yang telah dialaminya. Sawahnya yang luas diserang hama wereng.

Ternyata nasib mereka sekarang sama. Pak Do’on kemudian ganti bercerita tentang musibah yang sedang dialaminya. Ladang jagungnya gagal panen akibat pergantian musim yang sedang melanda daerahnya.
Akhirnya, pak Do’on menawarkan bantuan kepada pak Hari. Dengan pengalamannya,  pak Do’on membuat ramuan hasil temuannya sendiri. Ramuan pembasmi hama yang diracik oleh pak Do’on memang terbukti manjur. Buktinya, tahun lalu pak Do’on berhasil mengusir wereng yang menyerang sawahnya. Pak Hari merasa tidak enak.
“Kalau Pak Hari berkenan bolehkah saya membantu bapak?”
“Tidak usah repot-repot. Kita kan baru kenal pak, masa saya langsung merepotkan bapak....” Pak Hari menjawab dengan wajah yang terlihat malu.
“Saya dengan tulus berniat membantu.  Ini adalah bantuan dari Tuhan yang diberikan lewat perantara saya” pak Do’on menjawab dengan rendah hati.
Setelah pak Hari bersedia menerima bantuan dari pak Do’on, mereka lalu bersama-sama menuju rumah pak Hari.

Esok telah tiba. pak Do’on bersiap melaksanakan tugasnya. Ia meracik ramuan kapur barus yang dicampur dengan bawang putih yang sudah dimemarkan kemudain ditambah dengan air. Ramuan itu biasa digunakan pak Do’on untuk mengusir hama wereng. Selese membuat ramuan, pak Doon dan pak Hari bekerja sama menyemprotkan ramuan. Hasilnya wereng-wereng itu malah datang semakin banyak, sampai-sampai mereka kualahan.
Tiba-tiba, Jali datang dengan sahabatnya. Sahabatnya itu terbang kesana kemari. Ya,,, si Jalak kecil, sahabatnya sejak dulu.
“Jalak aku butuh bantuanmu…” teriak Jali.
Jalak mendekat lalu bertanya, “apa yang bisa aku bantu Jali…” teriaknya juga.
“Ladang milik teman majikanku diserang wereng, apakah kamu bisa membantu kami ???” Jawab Jali.
“Tentu saja. Kalau begitu, aku akan memanggil teman-temanku yang lain. Aku akan mengkomando mereka, supaya pasukaknku makan serangga bukan jagungnya” teriak Jalak sambil cekikikan lalu terbang. Akhirnya datanglah, pasukan Jalak yang sangat banyak. Mereka memakan wereng-wereng itu.

“Syukurlah, akhirnya jagung-jagungku bisa selamat” kata pak Hari dengan mimik yang terlihat sangat bahagia.
Pak Hari, berterima kasih kepada pak Do’on Jali dan juga sahabatnya Jalak. Panen tiba, Panen jagung milik pak Hari berlimpah. Pak Hari mengabarkan kebahagiaannya kepada pak Do’on. Pak Hari mengunjungi pak Do’on dengan membawa bibit jagung.
Bibit jagung itu ditanam pak Do’on di ladangnya. Si Jali bisa kembali bekerja membantu pak Do’on membajak ladangnya. Begitu pula Jalak yang bahagia sudah diberi kepercayaan supaya mencari makan di ladang milik pak Hari. Mereka semua sangat bahagia. Terutama pak Do’on dan Jali yang menuai hasil kebaikannya yang tulus dalam membantu orang lain.