Selasa, 13 November 2012

DONGENG: SI KANTUNG SEMAR DAN RATU RAYAP


Si Kantung Semar dan Ratu Rayap

Ani Qudsiy*

Kantung semar yang gendut tumbuh subur di pekarangan rumah. Di sebelahnya terdapat tumpukan kayu bakar yang tersusun rapi. Tumpukan kayu bakar itu adalah rumah ratu rayap dan rakyatnya. Saat itu ia sangat bahagia. Ia merasa keberuntungan memang berpihak kepadanya. Bagaimana tidak, ia tumbuh subur di tempat yang dianggapnya sebagai gudang makanan.
Akan tetapi, ratu rayap merasa sangat menderita. Setiap hari jumlah rakyatnya makin menyusut saja. Tentu saja semenjak ada kantung semar yang tumbuh di sebelah rumahnya.
Pagi itu, ratu rayap marah-marah kepada kantung semar.
“Sudah cukup. Hentikan, kau telah banyak memangsa rakyatku,” teriak ratu rayap di atas tumpukan kayu bakar.
Kantung semar pura-pura tak mendengar. Mulutnya tetap melongo.
“Siapa yang memangsa rakyatmu. Salah sendiri mereka mondar-mandir di depanku kemudian masuk ke mulutku. Artinya mereka sendiri yang secara sukarela memintaku untuk memangsanya.”
Ratu rayap pun geram mendengar jawaban kantung semar. “Dasar bunga tak tahu diuntung. Sudah memangsa rakyatku tapi kau tetap tidak mengakuinya,” ratu rayap pun menjauh.
Di dalam ruangan kayu, ratu rayap dan rakyatnya merencanakan sesuatu. Keesokan harinya, ratu rayap dan rakyatnya pergi meninggalkan tumpukan kayu itu. Melihat kejadian itu, kantung semar bingung dan berkata,
“Hai, kalian mau ke mana ?”
Ratu pun menjawab dengan ketus, “kami akan mencari tempat tinggal lain. Tinggalah kau dengan tumpukan kayu tak berpenghuni. Tempat tinggal kami ada di mana-mana. Kau tahu kan, banyak tumpukan kayu lain yang lebih aman.”
“Oh… tolong jangan tinggalkan aku sendirian di sini. Nanti aku akan makan apa,” terlihat kantung semar menyesali perbuatannya.
Kantung semar sudah menyesali perbuatannya. Namun, ratu rayap dan rakyatnya tetap berbaris rapi menjauh dan meninggalkan kantung semar sendirian.
Konon, saat itulah kantung semar hidup sendirian dan mempunyai mulut melongo karena sudah terbiasa dengan keadaannya saat masih banyak rayap-rayap di sekililingnya.


Purwokerto, Juli 2011















DONGENG; PIPI PALUPI DAN PAPA PALUPA


Pipi Palupi dan Papa Palupa

Ani Qudsiy*

Teman-teman, ada kisah tentang persahabatan. Kisah dari anak kecil yang bernama Pipi Palupi dan Papa Palupa. Namanya sangat mirip bukan. Pasti kalian menyangka, kedua anak itu adalah anak kembar. Penasaran bukan ?
Pipi Palupi dan Papa Palupa adalah anak yang baik, manis, dan berhati lembut. Pipi Palupi tinggal di Desa Jingga sedang Papa Palupa tinggal di Desa Ungu. Setiap hari pekerjaan mereka menolong orang lain. Saat Pipi Palupi sedang sibuk menolong nenek tua menyeberang sungai, Papa Palupa sedang menyuapi anak burung Kutilang yang sedang kelaparan di atas dahan pohon mangga. Banyak kebaikan-kebaikan lain yang mereka lakukan. Penduduk desa mereka masing-masing telah mengenal siapa mereka.
Namun, antara Pipi Palupi dan Papa Palupa, mereka tidak saling kenal. Pipi Palupi, anaknya terbuka, dan cepat akrab dengan anak yang baru dikenal. Sedang, Papa Palupa, dia penyendiri dan tidak mudah akrab dengan anak yang baru dikenal. Perbedaan yang mereka miliki, ternyata diketahui oleh Ratu Daun.
Ratu Daun adalah ratu yang peduli kepada Pipi Palupi dan Papa Palupa. Ratu ingin keduanya bersahabat. Akhirnya, Ratu Daun pun menyusun rencana.
Nah, Ratu Daun memberitahu kepada Pipi Palupi tentang rencana yang dibuatnya. Alasan memberi tahu Pipi Palupi tak lain karena ia mempunyai sifat mudah bergaul dengan teman baru. Namun, sebaliknya, Ratu Daun tidak memberitahukan rencana ini kepada Papa Palupa.
“Pipi Palupi, besok kau berangkat ke Desa Ungu untuk menemui Papa Palupa ya ?”
“Ya, Ratu.”
Sesampai di Desa Ungu, Pipi Palupi segera mencari alamat tempat tinggal Papa Palupa. Setelah lama mencari-cari alamatnya, akhirnya ia menemukan alamat Papa Palupa. Ternyata, Pipi Palupi tidak masuk ke rumah Papa Palupa. Ia hanya ingin mengetahui tempat tinggal Papa Palupa saja.
Pipi Palupi kemudian pulang. Sepanjang perjalanan pulang, tidak sengaja ia melihat nenek tua yang sedang terjatuh. Ia lalu dengan sigap berlari menolong nenek itu.
“Siapa namamu Nak ?” kata nenek tua.
“Pipi Palupi Nek.”
“Namamu mirip dengan anak penolong di desa ini. Namanya, Papa Palupa.”
Pipi Palupi hanya mengangguk kemudian pergi. Setelah beberapa langkah, ia melihat pohon mangga. Di sana terdengar suara anak burung Kutilang yang sedang kelaparan. Ia kemudian bergegas mencari makanan dan menyuapi anak burung itu.
“Siapa namamu ?” tanya burung kutilang.
“Pipi Palupi.”
“Namamu mirip dengan anak penolong di desa ini. Namanya, Papa Palupa,” sahut burung Kutilang.
Banyak kebaikan yang telah dilakukan oleh Pipi Palupi. Menolong bunga yang sedang kehausan. Menolong semut yang sedang terjepit batang pohon. Dan lain-lain.
Keesokan harinya, kabar tentang kebaikan Pipi Palupi tersebar ke pelosok Desa Ungu. Tak terkecuali, kabar ini juga terdengar oleh Papa Palupa.
Papa Palupa tiba-tiba merasa kebaikannya selama ini, telah dilupakan oleh penduduk Desa Ungu. Ia merasa tidak terima. Ia pun pergi mencari Pipi Palupi.
Setelah lama mencari, akhirnya Papa Palupa bertemu dengan Pipi Palupi.
“Hai, apa maksud kau datang ke desaku dengan menyebar kebaikan ?”
“Aku tidak sengaja. Kebetulan aku melihat mereka sedang membutuhkan pertolongan,” jelas Pipi Palupi.
“Kau bohong. Pasti kau bermaksud lain. Dengan namamu yang mirip denganku, pasti kau ingin dikenal baik seperti aku !” cetus Papa Palupa.
“Tidak ! Sungguh Tidak !”
Papa Palupa pergi begitu saja. Ia tidak mau mendengar penjelasan dari Pipi Palupi. Akhirnya, Pipi Palupi pun pulang dengan kesedihan. Ratu Daun mengetahui kejadian itu. Akhirnya, Ratu segera menemui Papa Palupa.
“Papa Palupa, mari ikut denganku. Akan kuajak kau terbang menuju Desa Jingga.”
“Baik. Tapi buat apa Ratu ?”
“Ada seseorang yag butuh bantuanmu.”
Ratu Daun dan Papa Palupa pergi menuju Desa Jingga. Di atas awan, Ratu Daun memperlihatkan kepada Papa Palupa.
“Lihatlah, apa kau kenal siapa anak yang sedang menolong kakek tua itu ?”
“Iya Ratu, saya kenal. Ia, adalah Pipi Palupi. Ia lah yang tiba-tiba datang ke Desa Ungu kemudian menebar kebaikan. Akhirnya, penduduk Desa Ungu pun lupa dengan semua kebaikanku.”
“Sesungguhnya, akulah yang menyuruh Pipi Palupi pergi ke Desa Ungu. Ia sama sepertimu. Suka menolong orang lain. Namun, ternyata ada perbedaan diantara kalian berdua.”
Papa Palupa tidak bertanya lagi. Karena ia sadar perbedaan apa yang dimaksud oleh Ratu Daun. Yah… ia telah buruk sangka terhadap orang lain yang baru dikenalnya. Akhirnya, Ratu Daun dan Papa Palupa sampai dan turun dari awan.
Ratu menjelaskan kepada Pipi Palupi atas penyesalan Papa Palupa. Kedua anak baik itu bertemu. Papa Palupa pun meminta maaf kepada Pipi Palupi karena telah berburuk sangka kepadanya. “Jadi siapa yang butuh bantuanku Ratu ?” tanya Papa Palupa.
“Semua orang yang sedang butuh pertolongan dari kebaikan kalian berdua.”
Akhirnya mereka berdua berpelukan. Ratu Daun melihat dengan tersenyum dan berkata, “semoga kejadian ini bisa menjadi pelajaran supaya kalian tidak berburuk sangka terhadap oranglain. Karena, tak kenal maka tak sayang.”
Pipi Palupi dan Papa Palupa akhirnya bersahabat. Mereka bersatu dalam menolong orang lain.
Sungguh membahagiakan.

KERAJAAN SAYAP


KERAJAAN SAYAP
Ani Qudsiy*

Ola tetap saja menggelengkan kepala. Bagaimana bisa ia sampai pada kerajaan yang penuh dengan sayap. Kalau burung yang bersayap, tentu tidak aneh pikirnya. Tapi sekarang ia melihat ada bunga yang bersayap, kursi yang bersayap, dan semua yang terlihat pasti mempunyai sayap.
“Oh Tuhan, apa aku sedang bermimpi???” kata Ola.
“Tidak Ola!!!”
Deg, Ola kaget mendengar sahutan suara tersebut.
“Siapa kamu?”
Lalu, muncul dari balik pohon, seekor burung yang berwarna putih.
“Apa yang berbicara tadi kamu?” Tanya Ola.
“Iya”.
Ola pun jadi bingung sendiri. Kalau tidak mimpi lalu ada di mana ia sekarang. Ia berjalan mondar-mandir, ke sana ke mari mencari jalan keluar. Ia berfikir kalau sedang tersesat. Akan tetapi, si Burung tidak diam saja melihat Ola yang sedang bingung. Ia pun menjelaskan hal yang sebenarnya.
“Duduk Ola. Tak usah bingung. Kamu bisa pulang dan kembali pada keluargamu”.
Sekarang kamu berada di kerajaan sayap. Kedengarannya memang aneh, tapi inilah yang sebenarnya”. Jelas si Burung.
“Lalu, bagaimana bisa aku sampai kesini?”
“Karena kamu adalah orang yang terpilih untuk menyelamatkan kerajaan ini”. Jawab Burung.
“Ah, ini konyol. Seperti cerita dongeng saja. Apa, yang bisa aku bantu?”
“Dahulu, kerajaan ini adalah kerajaan yang indah dan damai. Akan tetapi, karena keserakahan, maka timbulah bencana. Kami semua terkena kutukan dari Dewa Wing.
Dewa Wing berpesan akan melepaskan kutukan ini jikalau ada seseorang yang mampu mencabut bulu angsa emas tanpa rasa sakit. Oleh karena itu, sudah lama kami menunggu seseorang yang benar-benar tulus untuk menolong kami.”
“Hemm,,, kalau begitu, di mana aku bisa menemukan angsa emas itu?”
“Di atas batu yang berbentuk payung, di atas bukit Antariksa Ola”.
Sebelum berangkat, Burung berpesan supaya Ola berhati-hati dan bisa membawa pulang bulu emas tersebut. Burung tidak ingin Ola pulang tidak membawa apa-apa seperti orang-orang yang berkenan menolong sebelum-sebelumya. Akhirnya, Ola memulai petualangannya untuk mencari angsa emas.

***
Setelah menempuh perjalanan panjang, akhirnya Ola sampai juga di bukit antariksa. Ia heran. Bagaimana bisa ia mendaki batu payung yang ternyata begitu besar. Padahal di sana ia sendirian. Jalan pikirannya pun buntu. Ia tidak bisa melakukan apa-apa.
Waktu sudah mulai gelap. Dan tidak terasa, ia sudah tertidur pulas di bawah batu payung. Wah… hari sudah pagi lagi. Perlahan Ola membuka matanya karena terkena silaunya sinar matahari.
Setelah dipastikan mata Ola terbuka. Didepannya, ia dikagetkan dengan sesosok makhluk yang seolah siap menerkamnya. Ia tak percaya kalau angsa yang diburunya kini datang sendiri.
Dengan wajah takjub, Ola tidak melepaskan kesempatan tersebut. Perlahan, tangannya dijulurkan ke arah angsa emas tersebut kemudian berkata,
“Bolehkah aku memanfaatkan sebagian bulumu untuk menolong saudaraku?”
Lalu, hup-hup…
“Angsa maafkan aku jika melukaimu, dan kenapa kau tidak lari kabur?”

***
Setelah berhasil mendapatkan bulu angsa emas, Ola kembali ke kerajaan sayap. Sesampainya di sana, burung tak sabar menanyakan hasil yang diperoleh Ola. Dengan perasaan bangga Ola pun menunjukan apa telah yang dibawanya.
Si burung tampak bahagia dan tak bisa menyembunyikan matanya yang basah. Akhirnya ia melapor kepada dewa Wing supaya mencabut kutukannya terhadap kerajaan sayap.
Dewa wing datang dan berkata, “bulu angsa emas ini akan aku jadikan serbuk dan akan ku taburkan pada kerajaan sayap. Bulu angsa emas ini dicabut oleh seorang anak yang benar-benar tulus untuk menolong dan tidak berubah pikiran untuk memiliki angsa emas ketika melihat keelokan bulu-bulunya. Oleh karena itu, pantaslah kalau angsa emas bersedia memberikan bulu emasnya kepadamu Ola. Dan ketahuilah, sesungguhnya angsa emas itu adalah jelmaan dari diriku”.
Akhir cerita, Dengan perasaan kaget, Ola pun memeluk si burung yang sama-sama tidak percaya. Kerajaan sayap kini telah berubah dan hidup kembali. Semua benda-benda bersayap dan terlihat aneh kini berubah normal kembali. Semua ini karena ada Ola, anak yang menolong tanpa memikirkan imbalan sehingga tak perlu ada oranglain bersedih. Ola pun menjadi anak yang mempunyai pengalaman rahasia tentang kerajaan sayap.


Purwokerto, Desember 2011













DONGENG; BIDADARI MERAH YANG SOMBONG


Bidadari Merah yang Sombong

Ani Qudsiy*

Di atas langit ketujuh, terdapat istana Awan yang sangat megah. Di istana itu, tinggalah tujuh bidadari yang cantik-cantik nan jelita. Setiap hari pakaiannya berubah-ubah. Berwarna-warni. Warna cerah adalah kesukaan para bidadari itu. Konon bidadari-bidadari itu, saat turun ke bumi, mereka berwujud kupu-kupu dengan warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Sehingga kupu-kupu itu terlihat sangat mempesona.
Kecantikan yang dimiliki para bidadari itu tidak dimiliki manusia. Itu sebabnya, ada salah satu bidadari yang sombong karena kecantikannya. Bidadari Merah itu panggilannya. Ia suka membanggakan diri dan mengolok-olok bidadari yang lain. Padahal bidadari yang lain masih saudaranya.
Pada suatu hari, para bidadari itu pergi bermain ke bumi. Seperti biasanya, tempat pertama yang dikunjungi oleh para bidadari itu ialah sungai Periangan. Mereka mandi di sana kemudian mengisi kendinya dengan air. Air itu akan di bawa ke istana Awan untuk menyirami taman bunga milik para bidadari.
Saat perjalanan pulang, salah satu bidadari yang biasa dipanggil bidadari Merah menyendiri. Ia tidak mau bergabung dengan teman-temannya yang lain. Merah memang mempunyai watak angkuh dan sombong. Ia selalu memamerkan kecantikan dan kelebihan lain yang dimilkinya. Ia merasa kuat dan berani. Sebab itulah bidadari Merah berniat akan memamerkan kecantikannya kepada manusia bumi. Berbeda dengan bidadari-bidadari lainnya. Mereka lebih rendah diri dan sopan dengan manusia.
Akibatnya, manusia bumi tidak menyukai bidadari Merah karena kesombongannya sendiri. Saat, para bidadari itu sedang jalan-jalan di taman dan beterbangan kian ke sana ke mari, Merah menolak untuk bergabung dan memutuskan memisah dari teman-temannya.
Dengan nada meledek, merah berkata “Aah… aku mau main sendiri aja, males lah kalau harus bareng-bareng gak seru !”
Bidadari lain pun mencegah niat Merah dan membujuknya supaya tidak memisah dan main sendiri.
“Kalau menurut kami, lebih baik jangan Merah !”
Merah tak menghiraukan nasehat dari bidadari lain. Malah mengepakkan sayapnya, menjauh dan menghilang. Setelah lelah terbang jauh mengelilingi taman,  ia tidak menyadari kalau taman yang dikunjungi bukan taman yang sebelumnya para bidadari kunjungi. Ia tak peduli dan tetap terbang dengan bebasnya.

***
Waktu mulai gelap. Merah tersesat. Ia lupa arah jalan pulang. Padahal sejak berangkat, ia sudah berusaha mengingat rute yang telah dilewati. Namun sesal, ternyata ia lupa.
Saat pencarian menemukan jalan pulang, Merah bertemu dengan Kodi si Kodok hitam. Merah hanya berjalan santai seolah tak terjadi apa-apa. Ia malu bercerita tentang kemalangannya. Dan malah sebaliknya ia mengolok,
“Hei, kodok dekil, ngapain kamu deket-deket aku? Badan kamu bau!”
“Perkenalkan namaku Kodi. Bukan maksudku dekat-dekat kamu kupu-kupu yang cantik, tapi aku mau bertanya, ngapain malam-malam kaya gini kamu keluyuran di taman ini ?” jawab kodok dengan nama merendah.
“Emang aku sengaja mau jalan-jalan malam. Aku kan kupu yang kuat dan pemberani, gak seperti teman-temanku yang lain yang penakut” Merah menutupi ketakutan dengan kesombongannya.
Kodok pergi dan meninggalkan Merah sendirian di taman itu. Kali ini, Merah baru merasa sendirian dan ketakutan. Di sekelilingnya terdengar suara-suara aneh. Hiii… menakutkan.
Sadar dengan kesendiriannya, Merah pun menangis. Ia merasa lemah dan malu. Ketakutanlah yang telah membuatnya menangis. Ia menyadari kalau ia bukan bidadari yang berani dan kuat seperti bualannya. Merah meringkuk dan terus menangis.
   Ternyata, Kunang-kunang memperhatikan Merah. Ia pun merasa kasihan melihat Merah yang malang. Dengan ramah ia mendekat dan mendekat lalu menenangkan Merah.
“Kupu-kupu yang cantik, di mana rumahmu?”
“Aku dari istana Awan, sebenarnya aku jelmaan dari bidadari yang tinggal di langit.” Bisik si Merah.
“Oh iya,,, aku tidak menyangka bakal ketemu dengan bidadari.” Sanjung kunang-kunang.
“Sebenarnya, aku tersesat. Tadinya aku dengan teman-teman, tapi aku memutuskan untuk jalan-jalan sendiri. Aku malu bertanya dengan teman-teman yang bertemu denganku. Aku merasa kuat dan berani. makanya sampai malam begini aku masih di sini dan belum menemukan jalan pulang.” Gundah si Merah.
Kunang-kunang merasa bangga dengan kejujuran si Merah. Dengan sinar yang memancar dari tubuh kunang-kunang ia dengan senang hati mengantarkan si Merah kembali ke langit. Kejujuran si Merah membuatnya bisa berkumpul kembali dengan teman-temannya.
Kini bidadari Merah hidup bahagia di istana langit. Ia pun menyadari bahwa hidup itu butuh orang lain, dan kejujuran akan mengalahkan kesombongan. Mulai saat itulah, warna pelangi menyatu dan menghias langit biru dengan warna-warna yang indah nan mempesona.



DONGENG: KETULUSAN JONNA


KETULUSAN JONNA

Ani Qudsiy*

Di sebuah peternakan kecil, hidup seekor ayam jantan bernama Jonna beserta teman-teman lainnya. Bagaimana pun juga Jonna harus tetap semangat. Ia tidak perlu bersedih untuk sesuatu yang tidak merugikan dirinya. Dia memang ditakdirkan lahir dengan bentuk fisik yang kurang sempurna. Badannya kecil, pendek, dan kurus. Maka, tidak heran kalau teman-temannya selalu kesal dan mengejeknya.
Setiap pagi Jonna selalu berkokok membangunkan teman-temannya. Ia berjanji pada dirinya sendiri, supaya berbahagia selalu setiap hari. Bagi Jonna tidak ada hal yang paling menyedihkan di dunia ini kecuali tidak punya teman.
“Berisik sekali sih Jon?” Kimo si anjing jantan kesal mendengar suara Jonna.
Gido si kuda juga tak ketinggalan menyalahkan Jonna, “apa kamu tidak lihat masih gelap begini sudah berisik?”
Disusul juga Kibo si kerbau, “kita semua capek, setiap hari harus bekerja pada majikan. Tapi, kalau setiap pagi buta kamu sudah berisik, itu akan membuat kita malas bekerja akibat kurang tidur.”
“Maafkan aku teman-teman, aku sudah terbiasa bangun pagi jadi sekali lagi aku minta maaf telah membuat kalian kesal”, pinta Jonna.
“Sudahlah, kita sudah bosan mendengar kamu setiap hari minta maaf”, keluh Kibo si kerbau.
Jonna merasa sedih. Namun, kesedihannya tidak dibuat berlarut-larut. Akhirnya, pagi itu dia berniat membuat sarapan istimewa sebagai bentuk permintaan maaf kepada teman-temannya.
Teman-teman Jonna berterima kasih dengan serentak, “Terima kasih Jon!!!”.
Hati Jonna terasa lega setelah mendengar keceriaan dari teman-temannya pulih kembali. Akhirnya teman-temannya berpamitan untuk berangkat kerja.
Jonna merasa iri kepada teman-temannya. Dia merasa teman-temannya hidupnya bahagia karena bisa membantu sang majikan bekerja.
Kimo si anjing jantan setiap harinya menjaga rumah majikan, barangkali ada tindak kejahatan yang mengintai. Gido si kuda, setiap hari dia mengantar majikan pergi ke sana ke mari. Tanpa Gido sepertinya aktifitas majikan akan kacau. Kibo si kerbau justru hidupnya malah lebih bermanfaat. Dia disewakan kepada petani untuk membajak sawah. Tanpa Kibo, pasti manusia kelaparan soalnya tanah gersang, tumbuhan susah tumbuh kalau di tanah yang tidak gembur.
***
Akhir-akhir ini, Jonna merasa dirinya tidak berguna. Entah apa yang bisa membuatnya patah semangat tidak seperti biasanya. Ia sedih jika setiap hari harus menjaga peternakan terus. Pekerjaannya setiap hari hanya membuat makanan untuk teman-temannya. Dia merasa tidak berguna karena tidak bisa ikut membantu pekerjaan majikannya seperti teman-temannya yang lain.
“Aku pasti dianggap lemah oleh majikanku. Badanku kurus, pendek, kecil, tampak tidak sehat seperti teman-temanku. Aku adalah ayam jantan yang tidak berguna”, keluh Jonna dengan emosi.
Sebenarnya, keluhan Jonna setiap hari didengar oleh penghuni lain yang selalu menemani tanpa sepengetahuan Jonna. Dia adalah Cici si Cicak. Cici si Cicak akhirnya melaporkan keluhan Jonna yang tidak seperti biasanya ke Kibo si kerbau.
Mendengar laporan yang telah disampaikan Cici si Cicak, teman-teman Jonna pun merasa iba. Mereka mencari solusi untuk menghibur Jonna.
***
Hari minggu adalah hari libur bagi seluruh penghuni peternakan. Sesuai perjanjian, maka setiap hari libur Jonna dilarang berkokok pagi buta. Teman-temannya merasa butuh kenyenyakan sampai siang untuk istirahat. Jonna pun mengerti, maka setiap libur pula dia pergi keluar jauh dari peternakan untuk berkokok.
Saat Jonna pergi, teman-temannya telah menyiapkan rencana. Mereka, akan membuat pesta kecil supaya Jonna tidak merasa kesepian. Mereka akan membuktikan kalau sebenarnya mereka sayang Jonna.
Maka, selepas pulang Jonna pun terkejut dengan keriuhan di balik pintu.
“Hai, Jon. Ini pesta untukmu. Kita menyayangimu”.
“Terima kasih, aku juga menyayangi kalian”, Jon terharu.
“Kau tahu Jon kalau kamu sangat berarti buat kita.” Seru Gido si kuda.
“Tanpamu, setiap pagi kita tidak akan bisa sarapan karena kita selalu bangun siang tidak sempat membuat menu sarapan.” Kata Kimo si anjing jantan.
“Ini yang paling penting Jon, tanpamu mereka pasti dimarahi majikan setiap hari karena datang terlambat untuk membantu bekerja.” Kata Cici si cicak.
“Waow… siapa yang berbicara?”, Tanya Jonna.
“Sebenarnya, ada Cici yang selama ini menjadi mata-mata untuk meenjagamu Jon, lihat ke atas !!!” jelas Kibo si kerbau.
“Ouh terima kasih teman-temanku, aku sangat menyayangi kalian semua”.
Jonna mengerti akan semua perlakuan dari teman-temannya. Meskipun teman-temannya selalu kesal dengannya tapi karena ketulusannya untuk selalu menyayanginya maka Jonna pun mendapatkan balasannya. Teman-temannya pun menyayanginya seperti dia menyayangi teman-temannya dengan ketulusan










DONGENG: KISAH NEGERI BUAH


Kisah Negeri Buah

Ani Qudsiy*

Al kisah pada jaman dahulu, ada sebuah negeri yang sangat makmur. Negeri itu disebut dengan negeri Buah.  Negeri itu dipimpin oleh seorang raja yang bernama Raja Fruit. Raja Fruit sangat bijaksana. Karena itulah rakyat sangat sayang padanya. Rakyatnya tidak pernah kelaparan, karena negerinya banyak buah. Sudah dipastikan setiap hari penduduk negeri itu selalu makan buah. Di negeri Buah, terdapat buah-buahan yang sangat berlimpah. Wow… di mana-mana ada buah.
Raja Fruit sangat bersahabat dengan rakyatnya. Seperti biasa, setiap sebulan sekali Raja mengelilingi negerinya sembari berkunjung ke rumah-rumah rakyatnya. Dengan ditemani prajurit, Raja selalu riang tanpa ada sungkan saat berkunjung ke rumah rakyatnya. Pemantauan Raja seperti ini, biasa Raja sebut sebagai jalan-jalan.
“Oh… sungguh Rajaku yang sangat bijaksana. Tidakkah kau lelah atau bosan dengan kami Raja” kata salah satu rakyatnya.
Raja Fruit hanya diam dan merunduk. Ternyata, di balik teduh wajahnya, matanya berkaca-kaca dan berkata,
“apakah aku pantas bosan kepada rakyatku yang selalu memujiku ?, Lalu, apakah aku pantas merasa lelah hanya karena memastikan keadaan rakyatku setiap sebulan sekali?, Sungguh sangat tidak adil kalau aku merasa bosan dan lelah kepada rakyat yang telah memberiku makan.”
“Sungguh, engkau adalah raja yang sangat penyayang” rakyatnya memuji kembali. Lalu Raja berkata, “ketahuilah rakyatku, aku tidaklah selelah kalian yang sudah menanam dan memetik buah setiap hari.”
Pada suatu ketika, Sang Raja tidur dan bermimpi. Di dalam mimpinya, Raja menangis tersedu-sedu melihat rakyaknya tergeletak tak berdaya karena kelaparan. Raja terbangun dan menceritakan mimpinya kepada penduduk istana.
“Percayalah, tidak akan terjadi apa-apa Raja. Mimpi itu hanyalah bunga tidur belaka” hibur seluruh penduduk istana. Mereka tidak ingin rajanya bersedih dengan mimpinya. Hingga lambat laun Raja lupa dengan mimpinya.

***
Waktu berjalan dengan cepat. Hingga pada akhirnya, timbulah suatu peristiwa yang tak pernah disangka-sangka oleh Raja Fruit. Negerinya dilanda bencana kemiskinan. Raja tak pernah membayangkan, negerinya akan kehabisan buah. Karena selama ini, buah-buahan di sana sangatlah berlimpah.
Setelah diteliti, ternyata penyebab kemiskinan itu adalah tidak seimbangnya buah yang dikonsumsi rakyat dengan berbuahnya pohon itu sendiri. Setiap hari rakyat selalu makan buah sampai tak kenal kenyang. Sehingga, lambat laun pohon-pohon buah di sana sangat kelelahan dan tidak berbuah lagi.
Raja Fruit sangat kebingungan, dengan kondisi negeri dan rakyatnya yang demikian. Hanya tinggal sedikit pohon yang masih berbuah. Raja berfikir dan merenung bagaimana caranya menangani bencana yang tengah melanda. Akhirnya, Raja menemukan ide dan menyuruh seluruh rakyatnya berkumpul di lapangan istana.
Raja Fruit bertanya kepada rakyatnya,
“Pohon siapa yang masih berbuah ?”
“Saya Raja…” “Saya Raja…” Saya Raja…” dan seterusnya.
Setelah itu, Raja Fruit menyuruh rakyatnya supaya mengkonsumsi buah secukupnya dan tidak berlebihan. Kemudian, menyuruh pemilik pohon buah, supaya setiap hari mengumpulkan buah-buahan yang tersisa di depan istana. Buah-buahan yang terkumpul sebagian nanti akan diolah menjadi makanan yang bisa mengenyangkan, sebagian disemai untuk dijadikan bibit lalu ditanam, dan sebagian lagi akan dibagikan kepada rakyat yang sedang kekurangan buah.
Raja Fruit juga tak lupa dengan pohon-pohon lama yang sudah lelah berbuah. Bersama rakyatnya, Raja mengumpulkan daun-daun yang berguguran. Daun-daun itu dibusukan sehingga menjadi pupuk. Pupuk itu digunakan untuk memupuk pohon lama dan juga sebagai media tanam bibit pohon buah yang baru.
Lambat laun, pohon-pohon lama tersenyum dan kembali berbuah. Akhirnya, di negeri Buah itu, semakin banyak pohon buah karena bibit baru sudah mulai tumbuh besar.
Kemiskinan semakin berkurang. Kali ini, Raja Fruit tidak ingin musibah itu datang kembali. Di negeri buah, raja dan rakyatnya belajar dari pengalaman. Mulai sekarang mereka tidak mengkonsumsi buah dengan serakah. Karena buah-buahan dangat berlimpah, maka supaya tidak busuk, mereka menjual buah-buah itu ke negeri seberang. Kini, Rakyat negeri buah hidup makmur dan sejahtera kembali. Karena mereka mempunyai Raja yang selain bijaksana, Raja itu juga cerdik.

  


Purwokerto, Juni 2011