Bidadari
Merah yang Sombong
Ani Qudsiy*
Di atas langit ketujuh,
terdapat istana Awan yang sangat megah. Di istana itu, tinggalah tujuh bidadari
yang cantik-cantik nan jelita. Setiap hari pakaiannya berubah-ubah.
Berwarna-warni. Warna cerah adalah kesukaan para bidadari itu. Konon
bidadari-bidadari itu, saat turun ke bumi, mereka berwujud kupu-kupu dengan
warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Sehingga kupu-kupu
itu terlihat sangat mempesona.
Kecantikan yang
dimiliki para bidadari itu tidak dimiliki manusia. Itu sebabnya, ada salah satu
bidadari yang sombong karena kecantikannya. Bidadari Merah itu panggilannya. Ia
suka membanggakan diri dan mengolok-olok bidadari yang lain. Padahal bidadari
yang lain masih saudaranya.
Pada suatu hari, para
bidadari itu pergi bermain ke bumi. Seperti biasanya, tempat pertama yang
dikunjungi oleh para bidadari itu ialah sungai Periangan. Mereka mandi di sana
kemudian mengisi kendinya dengan air. Air
itu akan di bawa ke istana Awan untuk menyirami taman bunga milik para
bidadari.
Saat perjalanan pulang,
salah satu bidadari yang biasa dipanggil bidadari Merah menyendiri. Ia tidak
mau bergabung dengan teman-temannya yang lain. Merah memang mempunyai watak
angkuh dan sombong. Ia selalu memamerkan kecantikan dan kelebihan lain yang
dimilkinya. Ia merasa kuat dan berani. Sebab itulah bidadari Merah berniat akan
memamerkan kecantikannya kepada manusia bumi. Berbeda dengan bidadari-bidadari
lainnya. Mereka lebih rendah diri dan sopan dengan manusia.
Akibatnya, manusia bumi
tidak menyukai bidadari Merah karena kesombongannya sendiri. Saat, para bidadari
itu sedang jalan-jalan di taman dan beterbangan kian ke sana ke mari, Merah
menolak untuk bergabung dan memutuskan memisah dari teman-temannya.
Dengan nada meledek,
merah berkata “Aah… aku mau main sendiri aja, males lah kalau harus bareng-bareng
gak seru !”
Bidadari lain pun
mencegah niat Merah dan membujuknya supaya tidak memisah dan main sendiri.
“Kalau menurut kami,
lebih baik jangan Merah !”
Merah tak menghiraukan
nasehat dari bidadari lain. Malah mengepakkan sayapnya, menjauh dan menghilang.
Setelah lelah terbang jauh mengelilingi taman,
ia tidak menyadari kalau taman yang dikunjungi bukan taman yang
sebelumnya para bidadari kunjungi. Ia tak peduli dan tetap terbang dengan
bebasnya.
***
Waktu
mulai gelap. Merah tersesat. Ia lupa arah jalan pulang. Padahal sejak berangkat,
ia sudah berusaha mengingat rute yang telah dilewati. Namun sesal, ternyata ia
lupa.
Saat pencarian
menemukan jalan pulang, Merah bertemu dengan Kodi si Kodok hitam. Merah hanya
berjalan santai seolah tak terjadi apa-apa. Ia malu bercerita tentang
kemalangannya. Dan malah sebaliknya ia mengolok,
“Hei, kodok dekil, ngapain
kamu deket-deket aku? Badan kamu bau!”
“Perkenalkan namaku
Kodi. Bukan maksudku dekat-dekat kamu kupu-kupu yang cantik, tapi aku mau
bertanya, ngapain malam-malam kaya gini kamu keluyuran di taman ini ?” jawab
kodok dengan nama merendah.
“Emang aku sengaja mau
jalan-jalan malam. Aku kan kupu yang kuat dan pemberani, gak seperti
teman-temanku yang lain yang penakut” Merah menutupi ketakutan dengan
kesombongannya.
Kodok pergi dan
meninggalkan Merah sendirian di taman itu. Kali ini, Merah baru merasa
sendirian dan ketakutan. Di sekelilingnya terdengar suara-suara aneh. Hiii…
menakutkan.
Sadar dengan
kesendiriannya, Merah pun menangis. Ia merasa lemah dan malu. Ketakutanlah yang
telah membuatnya menangis. Ia menyadari kalau ia bukan bidadari yang berani dan
kuat seperti bualannya. Merah meringkuk dan terus menangis.
Ternyata, Kunang-kunang memperhatikan Merah. Ia pun merasa kasihan
melihat Merah yang malang. Dengan ramah ia mendekat dan mendekat lalu
menenangkan Merah.
“Kupu-kupu yang cantik,
di mana rumahmu?”
“Aku dari istana Awan,
sebenarnya aku jelmaan dari bidadari yang tinggal di langit.” Bisik si Merah.
“Oh iya,,, aku tidak
menyangka bakal ketemu dengan bidadari.” Sanjung kunang-kunang.
“Sebenarnya, aku
tersesat. Tadinya aku dengan teman-teman, tapi aku memutuskan untuk jalan-jalan
sendiri. Aku malu bertanya dengan teman-teman yang bertemu denganku. Aku merasa
kuat dan berani. makanya sampai malam begini aku masih di sini dan belum
menemukan jalan pulang.” Gundah si Merah.
Kunang-kunang merasa
bangga dengan kejujuran si Merah. Dengan sinar yang memancar dari tubuh
kunang-kunang ia dengan senang hati mengantarkan si Merah kembali ke langit.
Kejujuran si Merah membuatnya bisa berkumpul kembali dengan teman-temannya.
Kini bidadari Merah
hidup bahagia di istana langit. Ia pun menyadari bahwa hidup itu butuh orang lain,
dan kejujuran akan mengalahkan kesombongan. Mulai saat itulah, warna pelangi
menyatu dan menghias langit biru dengan warna-warna yang indah nan mempesona.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar