Ani Qudsiy*
Pendidikan-sekarang sudah
tidak orisinil. Dia telah kehilangan jati diri. Bagaimana tidak, fenomena
kapitalism yang melanda Indonesia benar-benar telah mencapai klimaks yang
menjangkit seluruh aspek kehidupan. Khususnya pendidikan di Indonesia yang
notabene menjadi perubah manusia menjadi yang lebih baik, justru kenyataannya
berbalik tiga ratus enam puluh derajat. Pendidikan sekarang, sangat-sangat
kapitalis, matrealistik. Tidak heran, jika proses dari awal sampai akhir sudah
berbau matrealistik, maka hasilnya pun juga demikian.
Contohnya,
orang-orang yang memiliki intelektual tinggi, lama mengenyam pendidikan, lulusan
dari sekolah dan perguruan terbaik, bekerja di tempat yang terbilang terhormat,
menjadi orang penting –posisi mengemban amanah dari rakyat- dihormati,
disegani, justru mereka malah mengkhianati, membohongi, dan mendholimi rakyat.
Sia-sia apa yang diperoleh selama mengenyam pendidikan karena tidak diamalkan
ilmunya menjadi amal sholeh. Mereka lebih mementingkan kesenangan duniawi,
terkecoh dengan nominal uang yang bukan miliknya, dan menggebu-gebu harus
memilikinya dengan jalan instan karena malas. Hal demikian sama saja seperti
lipstik yang dijadikan sebagai tameng luar supaya terlihat menarik, padahal
yang diharapkan menarik itu karena inner
beauty. Atau juga seperti orang yang mengendarai mobil mewah, bagus, dan
mahal tapi sikapnya; membuang sampah sembarangan tapi tidak mengakui
perbuatannya yang merugikan banyak pihak.
Oleh karena itu,
perlunya pendidikan kesadaran agar kembali pada nilai-nilai luhur agama sebagai
upaya perbaikan moral. Diperlukan lembaga pendidikan yang bermanfaat untuk
mendidik orang Islam menjadi alim dan cerdas dalam pengetahuan agamanya yakni
melalui peran lembaga pendidikan bersosok pesantren.
Lembaga
Pendidikan Berbasis Pesantren
Pesantren
menjadi satu-satunya lembaga pendidikan yang dianggap ideal pada era sekarang.
Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang benar-benar murni tidak
matrealistik dan milik masyarakat yang tumbuh dan berkembang sejak masa
penyiaran Islam di Indonesia.
Seiring dengan
perubahan yang semakin maju, setidaknya pesantren telah melakukan perubahan
mendasar pada institusi dan kurikulum. Dengan demikian, pesantren telah
membuktikan kalau dia mampu berdialog dengan jaman. Pesantren adalah lembaga
pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar, dengan
sistem asrama (kompleks) di mana santri-santri menerima pendidikan agama Islam
menerima pendidikan agama dengan sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya
berada di bawah kedaulatan dari leadership
seseorang atau beberapa orang kiai dengan ciri-ciri khas yang bersifat
kharismatik serta independen dalam segala hal.
Tujuan pesantren
ialah membentuk kepribadian, memantapkan akhlak, dan melengkapinya dengan
pengetahuan. Dengan demikian, pesantren dipandang sebagai lembaga pendidikan
yang unik. Keunikan tersebut dipandang dari sisi rasa saling percaya
(kepemimpinan pra-modern).
Hal itu telah
menumbuhkan kepercayaan sekaligus harapan bagi sementara kalangan. Pesantren
dapat menjadi lembaga pendidikan alternatif pada saat ini dan masa depan,
sekaligus sebagai motor penggerak dan pengawal arus perubahan sosial yang
semakin tidak karuan jluntrungnya
(arahnya).
Menggenggam
Tantangan Global
Lembaga
pendidikan berbasis pesantren mampu mengambil sikap beragam dalam memecahkan
tantangan global. Salah satunya ialah dengan mengambil jalan tengah; memelihara
tradisi lama yang masih baik dan mengambil hal baru yang jauh lebih baik.
Langkah
modernisasi tersebut dijadikan sebagai langkah dalam menyikapi arus perubahan.
Yakni, dengan mengandaikan pesantren sebagai agen perubahan dengan pendekatan
keagamaan. Dalam menyikapi arus perubahan, pesantren membentuk berbagai
alternatif pengembangan yakni disektor ekonomi.
Meski pesantren
berorientasi mencetak kemandirian dan kesejahteraan melalui aspek ekonomi, akan
tetapi pesantren tetap konsisten terhadap keseimbangan visi dan misi akan
pentingnya hal keduniaan dilakukan tapi tidak melupakan aspek keakhiratan.
Pesantren
sebagai suatu komunitas yang hadir di tengah masyarakat untuk membangun jalinan
nilai spiritualitas dan moralitas sebagai tatanan nilai yang seharusnya
dipraktikan. Bertanggung jawab sebagai pengontrol sekaligus stabilisator
perkembangan kehidupan masyarakat yang sering mengalami ketimpangan kultural.
Pesantren menggenggam
arus globalisasi dengan memproyeksikan nilai-nilai transendental dalam dataran
praksis sebagai nilai yang hidup dan dipraktikkan melalui proses pembinaan yang
dilakukan secara sistematis dan simultan.
Pusat
Pengkaderan
Meski pesantren
pada mulanya berfungsi sebagai lembaga pendidikan yang bercorak keagamaan, dan
menjadi pusat pertumbuhan dari sistem zawiyah
(gilda) yang dikembangkan oleh kaum sufi dengan berbagai aliran tarekatnya,
tetapi bukan berarti setiap pesantren merupakan pusat kegiatan seperti itu
saja.
Justru dalam
pertumbuhannya yang tidak disadari pesantren malah berubah menjadi markas
gerakan yang bernuansa politik massa.
Pesantren seperti
kerajaan kecil, dan kiai adalah sumber mutlak kekuasaan dan kewenangan dalam
lingkungan pesantren. Hal demikian, sebagai tauladan bagi para santri dalam
bersikap patuh terhadap pemimpin dan bertanggung jawab akan peran masing-masing
yang diberikan oleh kiai. Ketaatan santri kepada kiai lebih didasarkan pada
sebuah pengharapan yaitu mendapat limpahan barakah.
Para santri dan
alumni yang tunduk pada kiai akan mudah digerakkan dalam membentuk kerja sama
yang kuat. Saling bersatu padu menggabungkan kekuatan dalam mencapai kebaikan
yang dikontrol oleh kiai.
Pencetak
Sumber Daya Manusia Andal
Percuma
berangan-angan yang melambung tinggi tanpa adanya sumber daya manusia yang
memadai dan mampu.
Pesantren
memiliki peran strategis dalam mengembangkan ekonomi masyarakat. Pertama, sebagian besar atau hampir
sebagian besar pesantren terletak di daerah pedesaan. Oleh karena itu,
pembangunan ekonomi kerakyatan atau progam pengentasan kemiskinan pedesaan
melalui berbagai pendekatan dan proses dapat secara efektif dilakukan melalui
pesantren. Kedua, latar belakang
status sosial ekonomi orang tua santri sebagian besar rendah. Ketiga, pesantren merupakan lembaga
sosial keagamaan atau lembaga pendidikan yang secara sosio-kultural sangat kuat
karena berbasis masyarakat yang tinggi. Oleh karena itu, pengembangan ekonomi
rakyat dapat efektif melalui pesantren.
Manajemen ekonomi
pesantren diharapkan dapat memberdayakan masyarakat pada beberapa hal di
antaranya; a) entrepeneurship santri
terkait dengan dampak ekonomi (income)
dan pembelajaran. b) Kontribusi terhadap pembiayaan operasional pesantren. c)
Masyarakat, terkait dengan pengembangan ekonomi masyarakat sekitar pesantren.
d) Pemerintah, terkait dengan dukungan secara langsung terhadap progam
pemerintah.
Pesantren
mencetak generasi muda yang menanamkan jiwa keikhlasan, kesederhanaan,
kemandirian, persaudaraan, dan berpikir bebas.
Berpikir bebas
dimaknakan bahwa hidup itu harus menyesuaikan kondisi tempat, tidak bersikap
fanatik terhadap sesuatu yang telah diyakini, karena sikap tersebut adalah awal
dari perpecahan.
Namun intinya
lembaga pendidikan pesantren tetap mengedepankan peningkatan mutu iman, takwa,
ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mencapai ilmuwan yang beriman dan berbudi
pekerti luhur.
Pemberdaya
Masyarakat dan Pengembang Ekonomi
Dalam Islam ada
hadits bermaksud; bahwa kefakiran dan kemiskinan mendekatkan pada kekufuran,
maka pengembangan ekonomi adalah hal yang sangat penting.
Dalam kredo jawa
juga dikenal istilah hidup itu tidak usah terlalu kaya, jangan pula terlalu
miskin, akan tetapi cukup untuk memenuhi segala macam kebutuhan itulah
sejahtera.
Pesantren sebagai
lembaga pendidikan milik masyarakat, tentu orientasinya juga berpihak pada
pemberdayaan masyarakat dalam mencapai kesejahteraan hidup tanpa melanggar
norma-norma kultural.
Pesantren
melakukan pemberdayaan masyarakat melalui progam pendidikan dan pelatihan
khususnya pada rakyat kecil.
Secara teknis,
upaya itu dilakukan kiai dengan memberi inspirasi, motivasi, dan stimulasi agar
seluruh potensi masyarakat diaktifkan dan dikembangkan secara maksimal dengan
kegiatan pembinaan pribadi, kerja produktif yang diarahkan pada upaya
menciptakan kesejahteraan bersama.
Pemberdayaan
masyarakat dalam mengembangkan ekonomi selama ini yang terbaca dan dilakukan
pesantren memang pada wilayah lokal, diantaranya adalah sektor jasa,
perdagangan, agrobisnis, dan peternakan.
Kegiatan
pengembangan ekonomi tetap melibatkan masyarakat dengan melakukan praktik
bersama. Hal tersebut tentunya sangat bermakna dalam merubah pola pikir,
kesadaran presepsi, dan budaya masyarakat dalam berusaha dan bekerja keras.
Tradisi kerja
keras yang ditanamkan kiai kepada para santri dan masyarakat sebenarnya adalah ruh dari aktifitas
komunitas pesantren.
Kesimpulannya,
lembaga pendidikan berbasis pesantren juga mempunyai prinsip ekonomi untuk
pendidikan, bukan pendidikan untuk ekonomi. Prinsip tersebut mengandaikan
paradigma berpikir yang ditanamkan oleh sang kiai kepada santrinya, yakni
pentingnya kemandirian ekonomi sebagai sarana untuk beribadah, bukan
sebaliknya, ilmu seseorang dijadikan sebagai komoditi yang diperdagangkan
sehingga bisa saja melahirkan tradisi bergantung pada orang lain dalam hal
ekonomi.
Daftar
Pustaka
DitPeka Pontren Ditjen Kekembagaan
Agama Islam Depatermen Agama, Pesantren
Agrobisnis, Jakarta, 2004.
Masroer, The History of Java, Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2004.
BIODATA PENULIS
Nama : Sulfiyani
TTL : Kudus, 23 April 1991
Universitas : STAIN Purwokerto
Fakultas : Tarbiyah/ PAI
No. HP : 0838 7619 9566
Email : Animentari@gmail.com
Motto Hidup : Kemenangan adalah milik orang yang berdoa dan berjuang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar