PENGALAMAN
PERTAMA
Ani
Qudsiy*
Liburan
semester telah tiba. Saudaraku dari kota akan berlibur di tempatku. Pasti
banyak cerita dan pengalaman dari kak Kelia nanti.
“Aku senang sekali Ibu, kak Kelia akan berlibur di
sini.”
“Iya Nana, sudah cepat siap-siap, kita akan
menjemput kak Kelia di stasiun”. Kata Ibu.
Aku
dan Ibu pun bergegas menuju ke jalan raya. Kemudian naik angkot menuju stasiun.
Kereta pun tiba tepat waktu saat aku dan Ibu turun dari angkot. Dari jauh
terlihat kak Kelia menenteng tas yang terlihat berat. Ditemani Paman juga yang
terlihat kerepotan membawa koper besar.
Aku
tak sabar dan lari mendekati kak Kelia. Kak Kelia pun memelukku dengan
semangat. Pamanku juga begitu, lalu aku bersalaman dan mencium tangannya.
“Kau
sudah besar Nana”, kata Paman.
“Ya
iya lah Ayah, terakhir ketemu kan, saat Nana masih TK, dan sekarang dia sudah
kelas dua SD”, sahut kak Kelia.
“Aku
masih ingat waktu kak Kelia datang ke sini kok Kak! Sekarang kak Kelia kelas
berapa ?”
“Oh…
sungguh ? hebat, sekarang kak Kelia kelas lima”.
“Ya…
sudah nanti diteruskan di rumah saja, kasian Paman dan kak Kelia Na, baru
datang kan capek”, pinta Ibu.
Sesampai
di rumah, aku tidak sabar membuka oleh-oleh yang dibawakan oleh kak Kelia. Aku
pikir banyak makanan yang dibawa kak Kelia, tapi ternyata aku salah. Kak Kelia
malah membuka majalah-majalah anak dengan gambar-gambar yang menarik. Aku
senang bukan main.
Kata
kak Kelia majalah-majalah itu berisi cerita anak, dongeng, puisi, gambar anak,
bahkan pengetahuan.
“Kak
Kelia berlangganan majalah setiap minggu dik Nana, makanya sekarang kak Kelia
bawakan supaya kamu bertambah pintar”.
Aku
manggut-manggut mendengar penjelasan dari kak Kelia.
***
Hari
ini, kak Kelia menceritakan isi-isi yanga ada di majalah anak. Yang paling
membanggakan adalah nama kak Kelia tertera di majalah anak tersebut. Ya Kelia
Anastasia Pambudi tertera di bawah tulisan puisi.
“Aku
belajar menulis puisi kemudian kak Kelia kirim ke majalah ini. Meskipun tidak
langsung dimuat, aku tetap rutin menulis puisi dan aku kirim ke terus pakai
perangko dik Nana”. Ulas kak Kelia.
Mendengar
cerita kak Kelia aku jadi tertarik. “Aku minta diajari ya Kak ?”
“Boleh,
dik Nana tidak harus menulis puisi. Menggambar juga bisa kalau kamu suka”.
“Ya,
Kak. Aku suka menggambar, aku punya banyak gambar, apa bisa dikirim sekarang
Kak?”
“Bisa,
nanti kita ke kantor pos diantar Ayah”.
Gambar-gambarku
di masukan kak Kelia ke amplop berwarna coklat. Di amplop itu juga ditulis
alamat rumahku dan juga alamat yang akan ditujukan. Kak Kelia terlihat sudah
terbiasa.
“Nanti,
beli perangkonya di kantor pos Dik”. Kata kak Kelia.
***
Aku
dan kak Kelia berangkat ke kantor pos ditemani Paman. Jarak rumahku dengan
kantor pos memang agak jauh. Tapi, karena tidak naik angkot maka waktu yang
ditempuh tidak terlalu lama.
Kak
Kelia mengajariku bagaimana menempel perangko. Mengirim gambarku dan banyak hal
yang aku kerjakan sendiri. Tapi, saat aku menyerahkan amplopku ke petugas pos
terjadi peristiwa yang menggelikan.
Saat
menyerahkan amplopku ke petugas pos aku melihat orang yang mengirim pos
mendapat bukti pengiriman. Aku pikir petugas pos itu sedang mengecek alamat yang
tertera di amplopku sampai-sampai aku harus menunggu lama supaya dikasih bukti
pengiriman seperti yang lain.
Karena
aku lama, Paman dan kak Kelia pun mendekatiku dan bertanya,
“Sudah
dikasihkan amplopnya Dik ?”
“Sudah
Kak, tapi bukti pebayarannya belum”.
Paman
dan kak Kelia tiba-tiba tertawa dengan serentak’
“Dik
Nana, kalau mengirim surat pakai perangko itu tidak perlu bukti pembayaran”,
jelas Paman.
“Lha
yang lain pada dapat bukti pembayaran Paman ?”
“Karena,
mereka mengirim dokumen berat atau barang yang dibutuhkan waktu cepat supaya
cepat sampai makanya mereka harus bayar dik, dan bukti pembayaran itu sebagai
bukti kalau terjadi kesalahan pengiriman barang”. Sahut kak Kelia.
Saat
itu juga aku jadi malu. Baru 2 hari bersama kak Kelia sudah banyak pengetahuan
dan pengalaman yang aku dapat. Tapi, untung saja aku diajari sama saudara
sendiri jadi tidak malu-maluin. Pengalaman pertamaku ini sangat berharga. Lain
kali, aku akan banyak belajar dari orang lain, karena kata kak Kelia juga,
“malu bertanya sesat di jalan lho…”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar