Rabu, 28 Mei 2014

PENGALAMAN PERTAMA



PENGALAMAN PERTAMA
Ani Qudsiy*

Liburan semester telah tiba. Saudaraku dari kota akan berlibur di tempatku. Pasti banyak cerita dan pengalaman dari kak Kelia nanti.
“Aku senang sekali Ibu, kak Kelia akan berlibur di sini.”
“Iya Nana, sudah cepat siap-siap, kita akan menjemput kak Kelia di stasiun”. Kata Ibu.
Aku dan Ibu pun bergegas menuju ke jalan raya. Kemudian naik angkot menuju stasiun. Kereta pun tiba tepat waktu saat aku dan Ibu turun dari angkot. Dari jauh terlihat kak Kelia menenteng tas yang terlihat berat. Ditemani Paman juga yang terlihat kerepotan membawa koper besar.
Aku tak sabar dan lari mendekati kak Kelia. Kak Kelia pun memelukku dengan semangat. Pamanku juga begitu, lalu aku bersalaman dan mencium tangannya.
“Kau sudah besar Nana”, kata Paman.
“Ya iya lah Ayah, terakhir ketemu kan, saat Nana masih TK, dan sekarang dia sudah kelas dua SD”, sahut kak Kelia.
“Aku masih ingat waktu kak Kelia datang ke sini kok Kak! Sekarang kak Kelia kelas berapa ?”
“Oh… sungguh ? hebat, sekarang kak Kelia kelas lima”.
“Ya… sudah nanti diteruskan di rumah saja, kasian Paman dan kak Kelia Na, baru datang kan capek”, pinta Ibu.
Sesampai di rumah, aku tidak sabar membuka oleh-oleh yang dibawakan oleh kak Kelia. Aku pikir banyak makanan yang dibawa kak Kelia, tapi ternyata aku salah. Kak Kelia malah membuka majalah-majalah anak dengan gambar-gambar yang menarik. Aku senang bukan main.
Kata kak Kelia majalah-majalah itu berisi cerita anak, dongeng, puisi, gambar anak, bahkan pengetahuan.
“Kak Kelia berlangganan majalah setiap minggu dik Nana, makanya sekarang kak Kelia bawakan supaya kamu bertambah pintar”.
Aku manggut-manggut mendengar penjelasan dari kak Kelia.
***
Hari ini, kak Kelia menceritakan isi-isi yanga ada di majalah anak. Yang paling membanggakan adalah nama kak Kelia tertera di majalah anak tersebut. Ya Kelia Anastasia Pambudi tertera di bawah tulisan puisi.
“Aku belajar menulis puisi kemudian kak Kelia kirim ke majalah ini. Meskipun tidak langsung dimuat, aku tetap rutin menulis puisi dan aku kirim ke terus pakai perangko dik Nana”. Ulas kak Kelia.
Mendengar cerita kak Kelia aku jadi tertarik. “Aku minta diajari ya Kak ?”
“Boleh, dik Nana tidak harus menulis puisi. Menggambar juga bisa kalau kamu suka”.
“Ya, Kak. Aku suka menggambar, aku punya banyak gambar, apa bisa dikirim sekarang Kak?”
“Bisa, nanti kita ke kantor pos diantar Ayah”.
Gambar-gambarku di masukan kak Kelia ke amplop berwarna coklat. Di amplop itu juga ditulis alamat rumahku dan juga alamat yang akan ditujukan. Kak Kelia terlihat sudah terbiasa.
“Nanti, beli perangkonya di kantor pos Dik”. Kata kak Kelia.
***
Aku dan kak Kelia berangkat ke kantor pos ditemani Paman. Jarak rumahku dengan kantor pos memang agak jauh. Tapi, karena tidak naik angkot maka waktu yang ditempuh tidak terlalu lama.
Kak Kelia mengajariku bagaimana menempel perangko. Mengirim gambarku dan banyak hal yang aku kerjakan sendiri. Tapi, saat aku menyerahkan amplopku ke petugas pos terjadi peristiwa yang menggelikan.
Saat menyerahkan amplopku ke petugas pos aku melihat orang yang mengirim pos mendapat bukti pengiriman. Aku pikir petugas pos itu sedang mengecek alamat yang tertera di amplopku sampai-sampai aku harus menunggu lama supaya dikasih bukti pengiriman seperti yang lain.
Karena aku lama, Paman dan kak Kelia pun mendekatiku dan bertanya,
“Sudah dikasihkan amplopnya Dik ?”
“Sudah Kak, tapi bukti pebayarannya belum”.
Paman dan kak Kelia tiba-tiba tertawa dengan serentak’
“Dik Nana, kalau mengirim surat pakai perangko itu tidak perlu bukti pembayaran”, jelas Paman.
“Lha yang lain pada dapat bukti pembayaran Paman ?”
“Karena, mereka mengirim dokumen berat atau barang yang dibutuhkan waktu cepat supaya cepat sampai makanya mereka harus bayar dik, dan bukti pembayaran itu sebagai bukti kalau terjadi kesalahan pengiriman barang”. Sahut kak Kelia.
Saat itu juga aku jadi malu. Baru 2 hari bersama kak Kelia sudah banyak pengetahuan dan pengalaman yang aku dapat. Tapi, untung saja aku diajari sama saudara sendiri jadi tidak malu-maluin. Pengalaman pertamaku ini sangat berharga. Lain kali, aku akan banyak belajar dari orang lain, karena kata kak Kelia juga, “malu bertanya sesat di jalan lho…”.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar